MINGGU, 06 OKTOBER 2024
KALENDER GEREJAWI : MINGGU BIASA
PEMBACAAN ALKITAB : KIDUNG AGUNG 2 : 8 – 17
TEMA : KEKASIHKU, KASIHKU, KEHIDUPANKU
LATAR BELAKANG
Hari ini hari ke-280, Minggu pertama bulan Oktober, dan minggu ke-40 dalam tahun 2024, Renstra GKI di Tanah Papua rumuskan tahun 2024 adalah tahun “Pemberdayaan”, dan focus penataan pelayanan triwulan IV Oktober-November-Desember 2024, ialah “Kristus memberdayakan persekutuan GKI guna memberdayakan pribadi, keluarga dan dunia”. Dasar firman Tuhan Kidung Agung, 2:8-17, tema tekstual untuk minggu yang unik, “Kekasihku kasihku Kehidupanku”. Kita setia dengan mencintai tanggung jawab yang diberikan kepada kita, untuk mewujudkan cinta kita maka bekerjalah sesuai dengan dokumen Renja triwulan ke3 yang berlaku di jemaat, Klasis dan Sinode, marilah semua kekasih kita, semakin giat melaksanakan yang menjadi tugas dan tanggung jawab kita.
Hubungan gereja dengan Kristus sering digambarkan sebagai relasi pengantin perempuan dengan suaminya (Why 21:2). Gambaran relasi yang demikian juga dapat disimak dalam kitan Kidung Agung yang juga disebut sebagai Kidung Salomo. Dalam Kidung Agung 2:8-17, yang menjadi pokok bacaan pemberitaan firman pada 6 Oktober 2024, digambarkan perjumpaan pengantin perempuan dengan kekasihnya. Suatu perjumpaan yang memberikan semangat untuk bangkit dan bekerja karena “musim memangkas”, telah tiba. Perjumpaan demikian menjadi pelajaran bagi gereja dalam memahami hubungannya dengan Kristus dan kehadirannya didunia.
PENJELASAN TEKS
Ayat 8-10: Seruan Mempelai Perempuan atas kedatangan kekasihnya
Mempelai perempuan menyambut dan menggambarkan kedatangan sang kekasih ibarat kijang dan anak rusa yang melompat-lompat diatas gunung-gunung dan bukit-bukit. Sebuah ungkapan yang disatu pihak, menggambarkan kegembiraan mempelai perempuan atas kehadiran sang kekasih, tetapi pada pihak yang lain, melukiskan keperkasaan sang kekasih yang datang menjumpai mempelai perempuan. Kedatangan sang kekasih itu untuk menyampaikan suatu yang penting bagi mempelai perempuan. Disebutkan sang kekasih itu “ia berdiri dibalik dinding kita, sambil menengok-nengok melalui tingkap-tingkap dan melihat dari kisi-kisi”. Sang kekasih memperhatikan dan menilik kehidupan mempelai perempuan, dan berkata kepadanya seperti dicatat pada bagian berikut ini.
Ayat 11-14: Permintaan sang kekasih kepada mempelai perempuan
Kepada mempelai perempuan sang kekasih itu berkata: “bangunlah manisku”. Sapaan yang menggambarkan kemsraan hubungan, sekaligus memberikan semangat, agar tidak tidur dan berdiam diri, melainkan bangkit dan melakukan sesuatu. Sapaan mesra itu diulangi dengan kata yang alain “jelitaku”, yang menunjukkan keberadaan mempelai itu sebagai yang cantik dan penuh pesona. Kejelitaan ini tidak boleh membuat terlena dan tidak berbuat apa-apa, sebaliknya harus ada sesuatu yang dilakukan, karena alasan tertentu. Perhatikan alasan yang disampaikan sang kekasih itu. “karena lihatlah, musim dingin telah lewat, hujan telah berhenti dan sudah lalu:. Kondisi alam yang membuat mempelai tidak dapat berbuat apa-apa, yaitu “dingin” dan “hujan”, telah lewat, berhenti dan berlalu. Saatnya bekerja, karena “diladang telah Nampak bunga-bunga” dan “bunyi terkukur terdengar”, pertanda “tibalah musim memangkas”. Bukan hanya itu, disebutkan pula: “pohon ara mulai berbuah dan bunga pohon anggur semerbak baunya”. Perubahan musim ini – musim dingin dan hujan menjadi musim memangkas – membuat sang kekasih mengajak mempelai perempuan : “bangunlah, manisku, jelitaku, marilah”! sebuah ajakan untuk bangkit dan bekerja, sebab musim memangkas telah tiba.
Ayat 15-17: Permintaan mempelai perempuan kepada sang Kekasih.
Untuk bangun dan bekerja bukan tanpa hambatan, maka kepada sang kekasih mempelai perempuan menyam[paikan permintaan: “tangkaplah bagi kami rubah-rubah itu, rubah-rubah yang kecil, yang merusak kebun-kebun anggur, kebun-kebun anggur kami yang sedang berbunga:! Rubah-rubah, Binatang kecil liar dihutan, merusak kebun anggur yang sedang berbunga. Permintaan ini diajukan kepada sang kekasih, sebab dia yang “menggembalakan domba ditengah-tengah bunga bakung”. Sang kekasih itu yang menuntun dan menjaga kehidupan mempelai perempuan. Perlindungan sang kekasih harus terus dilakukan sepanjang waktu, “sebelum angin senja berhembus dan bayang-bayang menghilang”. Tetapi juga dalam keperkasaan seperti kijang dan seperti anak rusa diatas gunung-gunung tanaman rempah-rempah.
PENERAPAN
Menempatkan hubungan mempelai perempuan dan sang kekasih dalam kerangka relasi gereja dan kristus, maka catatan aplikatif berikut ini dapat dipertimbangkan dalam pemberitaan firman. Pertama, relasi gereja dan Kristus Yesus, selalu harus berlangsung dalam suasana kerinduan dan keterikatan emosional yang dalam, diungkap melalui kehidupan yang memuji keberadaan dan kehadiran Kristus. Kedua, keterbukaan mendengar suara Tuhan dan melakukan kehendak-Nya. Saatnya hari ini, gereja tidak bisa lagi bersikap masa bodoh terhadap kondisi yang sedang terjadi, melainkan harus bangundan bekerja, karena waktu sekarang ini adalah “musim memangkas”! ketiga, kebangunan atau kebangkitan gereja untuk berkarya lebih maksimal dalam perubahan social dewasa ini, harus tetap dalam kerangka kehendak Tuhan, sebab Tuhanlah yang menggembalakan domba-domba-Nya. “musim memangkas”! ketiga, kebangunan atau kebangkitan “musim memangkas”! ketiga, kebangunan atau kebangkitan “musim memangkas”! ketiga, kebangunan atau kebangkitan “musim memangkas”! ketiga, kebangunan atau kebangkitan
DISKUSI UNTUK IBADAH PAM, PW DAN PKB
Allah menciptakan manusia menjadi sepasang, memang tidak ada kata “cinta/kasih”, dalam cerita penciptaan, tetapi ada kalimat yang diucapkan oleh manusia laki-laki, waktu Tuhan membawa kepadanya manusia Perempuan, kata manusia laki-laki itu “inilah dia tulang dari tulangku dan daging dari dagingku” (Kej 1:22-23), disini jelas, manusia laki-laki itu sadar yang dibawah kepadanya adalah “bagian dari dirinya sendiri”, itulah kekasih, yang ia namai perempuan. Laki-laki dan perempuan yang berjumpa sebagai “kekasih” disini terikat secara “biologis” dalam satu “emosi cinta/kasih birahi laki-laki dan perempuan” yang membedakan mereka berdua dengan kekasih lainnya yang luas. Karena itu mereka memperlihatkan/membuktikan kasih mereka “kasih/cinta” mereka dengan “kasih erros/birahi”. Dalam teks ini kita tidak menemukan kata-kata cinta/kasih erros yang fulgar atau langsung menunjukan cinta birahi mereka. Pada teks ini kita melihat bagaimana sang kekasih, entah Wanita atau pria, tetapi karena perikopnya adalah “dipintu mempelai perempuan” maka bisa jadi ini adalah sajak atau pantun dari kekasih pria. Sajak atau kata-kata perumpamaan didepan pintu mempelai Wanita ini, hamper mirip dengan “budaya masuk minta” dalam tradisi perkawinan orang Papua dan orang Indonesia timur pada umumnya”. Belajar dari teks ini, bukan hanya untuk menghormati “kasih erros” tetapi juga menemukan benang merah dalam penghargaan tahapan-tahapan perkawinan sebagai penghormatan terhadap “Lembaga Perkawinan, yang diciptakan Allah bagi manusia laki-laki dan perempuan.
- Melihat cinta birahi (erros) yang telah diberikan Allah bagi laki-laki dan perempuan, bagaimana tanggapan saudara terhadap maraknya “laki-laki kawin/bercinta birahi dengan laki-laki/juga perempuan dengan perempuan (LGBT=lesbi, gay,bisex,transgender)
- Apa yang akan bapa/ibu/saudara lakukan jika salah satu anggota keluarga anada, berperilaku terbalik dari jenis kelaminnya (missal anak laki-laki karakter/sikap seperti anak perempuan atau sebaliknya anak perempuan bersikap/berkarakter laki-laki
Apa saran-usul saudara terhadap pengajaran gereja tentang “kasih/cinta birahi” agar tidak terjadi “kehidupan Sodom dan Gomora”, didalam lingkungan jemaat, tetapi setiap orang menghargai “seks” dirinya dan pasangannya” sebagai Lembaga yang suci dari Allah.